Selasa, 09 April 2013

BANJARBARU MENUJU IBUKOTA PROVINSI





Kota Banjarbaru adalah salah satu kota pemerintahan di Provinsi Kalimantan Selatan, dipimpin oleh seorang walikota. Usianya relatif muda yakni berdiri pada tanggal 20 April 1999 berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1999. Akan tetapi tetapi perjuangannya untuk menjadi kota yang berdiri sendiri sangatlah panjang. Dari sebuah kampung kecil bernama Gunung Apam, berkembang menjadi sebuah kecamatan, kotamadya administratif, dan kini menjadi Kota setingkat Kabupaten. Kondisi kini kota Banjarbaru tidak terlepas dari peran perjuangan para pendahulu yang belum selesai, yakni keinginan untuk memindahkan ibukota Provinsi Kalimantan (Selatan) dari Banjarmasin ke Banjarbaru sejak tahun 1950-an silam.
Di tahun 2006, yakni ketika Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan berencana memindahkan pusat perkantoran dari Banjarmasin ke Banjarbaru yang diawali dengan kajian untuk menentukan alternatif lokasi di Banjarbaru, tanggapan pro dan kontra bermunculan. Beberapa diskusi digelar, media ramai memberitakan, dan pihak pemerintah provinsi pun sibuk menjelaskannya.

Banyak yang mengira bahwa yang akan dilakukan adalah memindahkan ibukota sehingga memunculkan usulan alternatif lokasi perpindahannya, akan tetapi tidak sedikit pula yang memahami bahwa yang dipindah bukanlah ibukota melainkan perkantorannya. Pada tahap awal ibukota tetap di Banjarmasin, namun perkantorannya saja yang dipindah ke Banjarbaru. Setelah semua tahapan perpindahan kantor ke Banjarbaru diselesaikan maka tahapan selanjutnya adalah memperjuangkan perpindahan ibukota provinsi ke Banjarbaru. Demikian tahapan rencana strategi yang akan ditempuh.

Keinginan untuk memindahkan kantor gubernur ke Banjarbaru, memang tidak terlepas dari Visi dan Misi Gubernur terpilih 2005-2010 (H. Rudy Ariffin yang berpasangan dengan H. Rosehan NB) yang tertuang dalam RPJMD 2006-2010. Dalam RPJMD itu menyebutkan bahwa salah satu prioritas pembangunan 2006-2010 adalah mempersiapkan dan merealisasikan proses pemindahan ibukota Provinsi Kalimantan Selatan dari Banjarmasin ke Banjarbaru.


Keinginan untuk merealisasikan pemindahan ibukota sebenarnya bukan sekedar untuk merealisasikan janji politik, namun juga dilandasi oleh pertimbangan matang yang terkait dengan berbagai aspek seperti aspek legalitas, teknis, aspek manajemen dan organisasi, aspek ekonomis, aspek kesehatan lingkungan, dan juga aspek historis.

Dari aspek legalitas, di era otonomi daerah, Pemerintah Provinsi memiliki hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seperti halnya kebijakan pemindahan Kantor Gubernur sebagai pusat pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan merupakan kewenangan penuh Gubernur sebagai kepala daerah dengan persetujuan DPRD yang dituangkan dalam Peraturan Daerah.

Dilihat dari aspek historis, keinginan Gubernur H. Rudy Ariffin untuk melakukan pemindahan pusat pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan dari kota Banjarmasin ke kota Banjarbaru tidak timbul secara seketika tetapi melalui proses sejarah yang panjang dan lama.
Jika lembaran sejarah kembali dibuka, gagasan untuk memindahkan ibukota dari Banjarmasin ke Banjarbaru sebenarnya sudah ada sejak tahun 1950-an yakni ketika Gubernur kedua Provinsi Kalimantan dijabat oleh dr. Murdjani (1950-1953). Sebagai seorang dokter yang memahami kesehatan lingkungan saat itu, ditambah pengalamannya sebagai Gubernur Jawa Barat (1946) dan Gubernur Jawa Timur Surabaya (1947), ia menganggap kondisi lingkungan kota Banjarmasin tidak layak sebagai ibukota provinsi dan merencanakan pemindahannya ke daerah Gunung Apam, Banjarbaru sekarang.
Rencana Murdjani (Murdjani Plan) terus dilanjutkan oleh Gubernur RTA Milono (1953-1957) dengan membangun beberapa sarana perkantoran di Banjarbaru, diantaranya: gedung Kantor Gubernur, Kantor Pekerjaan Umum, Kantor Pertanian Rakyat, Kantor Perindustrian Rakyat, dan Kantor Perikanan Darat.
Meski sudah berselang lebih dari 50 tahun, ternyata aspek kesehatan lingkungan yang dahulu menjadi alasan Gubernur Murdjani, kini juga menjadi salah satu menjadi alasan Gubernur H. Rudy Ariffin untuk memindahkan pusat perkantoran ke Banjarbaru, terlebih lagi jika melihat kondisi lingkungan di lokasi perkantoran gubernur di Banjarmasin sekarang. Beban kota Banjarmasin sebagai ibukota provinsi semakin lama semakin tinggi karena kualitas lingkungan yang di bawah standar akibat kondisi tanah rawa, maka sepantasnya kantor gubernur dipindahkan ke lokasi lain yang lebih baik.
Dilihat dari aspek manajemen dan organisasi, kondisi perkantoran berbagai SKPD yang terpencar menyebabkan proses pembinaan pegawai, fungsi pemerintahan dan pelayanan masyarakat menjadi tidak efektif dan efisien. Pemindahan kantor gubernur ke Banjarbaru dalam satu lokasi diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut.

Dilihat dari aspek sosial budaya pemindahan kantor gubernur ke Banjarbaru dalam satu lokasi akan menimbulkan dampak sosial dan budaya baik berupa dampak positif maupun negatif. Untuk Banjarbaru: terdorongnya penduduk luar Banjarbaru untuk pindah ke kota Banjarbaru. Untuk Banjarmasin: dapat dihindarinya efek negatif akibat dari akumulasi kekuasaan yang berinteraksi langsung dengan dunia bisnis komersial, berkurangnya beban kota baik dari segi kehidupan sosial maupun lingkungan perkotaan.
Sedangkan dilihat dari aspek ekonomi, maka dampak yang akan terjadi untuk Banjarbaru adalah terpicunya pertumbuhan pembangunan dan pengembangan sumber daya alam dan manusia, naiknya harga tanah di sekitar lokasi pusat pemerintahan provinsi, bertambahnya beban anggaran pembangunan daerah untuk secara cepat membangun fasilitas-fasilitas yang diperlukan. Sedangkan untuk Banjarmasin: dihilangkannya beban pembiayaan protokoler dapat membantu pendanaan untuk mengatasi masalah lingkungan, bekas fasilitas-fasilitas instansi pemerintahan provinsi yang akan dipindahkan dapat dimanfaatkan sebagai sarana promosi dan pemberdayaan kegiatan perekonomian.

Berbagai pertimbangan atau aspek yang telah dikemukakan itu merupakan kesimpulan dari hasil kajian. Ketika Gubernur H. Rudy Ariffin berencana merealisasikan rencana perpindahan perkantoran maka beliau menghendaki bahwa kebijakan itu harus dilandasi oleh hasil penelitian. Kerjasama antara Balitbangda Provinsi Kalimantan Selatan dan Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat diwujudkan dengan membentuk sebuah tim peneliti. Tim bertugas melakukan kajian rencana itu dari berbagai aspek, salah satunya adalah untuk mendapatkan alternatif lokasi Kantor Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan di Banjarbaru dengan berbagai kriteria beserta analisis dampak yang akan ditimbulkan jika perpindahan dilakukan dari Banjarmasin ke Banjarbaru.

Berdasarkan parameter penilaian yang diambil dari kriteria yang telah ditentukan didapatkan hasil penilaian alternatif lokasi, yang mana lokasi Guntung Upih-Palam dengan nilai skor tertinggi ditetapkan sebagai lokasi pembangunan Kantor Gubernur di Banjarbaru. Dan sejak itulah secara bertahap gedung Kantor Gubernur beserta Sekretariat Daerah Kalimantan Selatan mulai dibangun di lokasi terpilih, dan secara bertahap pula PNS Provinsi yang semula berkantor di Banjarmasin menempati bangunan baru di Banjarbaru.
Seolah mengamini prediksi atau analisis para tim peneliti mengenai dampak sosial, budaya, dan ekonomi bagi Banjarbaru, maka kini di sekitar lokasi perkantoran Gubernur di Banjarbaru berkembang pesat. Permukiman penduduk, gedung perkantoran, dan fasilitas sosial ekonomi bermunculan dan harga tanah pun melambung tinggi. Derap kemajuan Kota Banjarbaru semakin terpicu dengan adanya kantor gubernur itu dan kini terus berkembang semakin maju. Dengan adanya perkantoran Gubernur di Banjarbaru, maka jalan menuju ibukota provinsi menjadi semakin terbuka lebar.

Membuka lembaran kembali dinamika sejarah Kota Banjarbaru dan membandingkannya dengan perkembangan kondisi faktualnya, seakan terasa bahwa gagasan dan perjuangan para pendahulu untuk menjadikan Banjarbaru sebagai ibukota provinsi sudah mendekati kenyataan. Ketika pusat perkantoran Gubernur sudah ada di Banjarbaru, maka perjuangan tinggal selangkah lagi yakni berjuang memindah ibukota Provinsi Kalimantan Selatan ke Banjarbaru. Jika berhasil maka keberhasilan itu akan menjadi ‘sejarah baru’ namun jika gagal maka ‘sejarah kembali berulang’. Kini tinggal memilih: berhasil atau gagal. Tapi akankah semudah itu? Akankah keinginan untuk menjadikan Banjarbaru sebagai ibukota provinsi bakal terwujud? Hanya waktu yang akan menjawabnya.

Oleh Wajidi
Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on "BANJARBARU MENUJU IBUKOTA PROVINSI"